<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d37849578\x26blogName\x3dVeritas+of+Islam\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://pasukanbadar.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_GB\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://pasukanbadar.blogspot.com/\x26vt\x3d3901965244543772544', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Sunday, December 24, 2006

Ahmadiyah dan Umat Islam Siapa mengkafirkan Siapa ?

Ahmadiyah dan Umat Islam Siapa mengkafirkan Siapa
Sebuah Tanggapan untuk Ulil

Ketika membaca tulisan Ulil Abshar yang berjudul "Masih Tentang Ahmadiyah" saya tergelitik geli membaca statement-statement Ulil yang nampak bodoh dan tidak memahami akar permasalahan sebenarnya ketika menanggapi usulan departemen agama yang mengatakan sebaiknya Ahmadiyah mendirikan agama baru, Ulil menyatakan

Saya percaya, kampanye untuk "menghancurkan" Ahmadiyah dilakukan kelompok-kelompok bervisi salafi-Wahabi yang punya pandangan eksklusif dan tidak toleran. Tampaknya, kampanye mereka sudah sedikit mencapai kemajuan. Jika Ahmadiyah bisa disingkirkan dari Indonesia, maka sukses itu akan mereka teruskan pada kelompok-kelompok lain yang selama ini mereka anggap sesat.(1)

Nampaknya ketika melemparkan tuduhan bahwa kelompok-kelompok yang menuntut Ahmadiyah dibubarkan dengan kata eksklusif dan tidak toleran tidak diberangi dengan pemahaman yang mendalam tentang aliran Ahmadiyah itu sendiri. Nampaknya Ulil harus belajar lebih mendalam lagi tentang arti toleran dalam pandangan Ahmadiyah terutama dalam menyikapi kaum muslimin secara keseluruhan.

Sudah bukan rahasia lagi diantara kaum muslimin bahwa sesungguhnya kaum Ahmadiyah sendiri yang tidak toleran dalam menghadapi umat Islam secara keseluruhan, selain pemahaman bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi sekaligus Imam mahdi yang diturunkan kepada umat islam setelah Khatimul Anbiya Muhammad Saw yang dipermasalahkan umat Islam ternyata dibarengi dengan semangat pengkafiran bagi siapa yang tidak mengakui Mirza sebagai nabi. Pernyataan-pernyataan bahwa kaum muslimin selain Ahmadiyah adalah kafir terlihat jelas dalam berbagai macam tulisan Mirza Ghulam Ahmad

" Tuhan telah memberitahu kepada aku bahwa siapa saja yang telah menerima pesanku ini dan dia belum menerima aku, dia bukanlah seorang muslim."(2)

"Tuhan mewahyukan kepadaku dia yang tidak mengikuti aku dan membaiatku serta melakukan perlawanan terhadapmu, adalah orang yang durhaka terhadap Allah dan Rasulnya, dan termasuk orang yang keji."(3)

Bahkan pemegang tampuk kepemimpinan Ahmadiyah seperti Mirza mahmoud (khalifah Ahmadiyah kedua) dan statment-statment para pemimpin Ahmadiyah lainnya memperjelas posisi Ahmadiyah yang tidak berubah dari masa kepemimpinan Mirza Ghulam Ahmad sampai sekarang terhadap kaum muslimin.

"Adalah kewajiban kita yang harus dilakukan untuk tidak mempertimbangkan non-ahmadiyah sebagai muslim dan tidak berdoa di belakang mereka, sebab untuk kita mereka sudah menolak satu nabi ( Mirza Ghulam) dari Tuhan."(4)

Mungkin saja kaum Ahmadiyah menolak hal ini dengan menyatakan ini adalah suatu kebohongan yang dituduhkan kepada Ahmadiyah, akan tetapi kita akan mendapatkan satu kenyataan tidak ada satupun anggota ahmadiyah yang diperkenankan untuk menikah dengan orang-orang diluar Ahmadiyah, bahkan misalnya kita meminta dan melamar salah satu wanita pemeluk Ahmadiyah bisa dipastikan tawaran itu akan ditolak, ini sebenarnya adalah kenyataan bahwa sesungguhnya kaum muslimin selain Ahmadiyah adalah kafir dan haram hukumnya menikahi mereka.

"Adalah Pesan dari Hazrat Maseeh mowood bahwa tidak boleh seorang Ahmadi menyerahkan putrinya kepada non Ahmadi."(5)

Untuk seseorang yang sering mengecam kelompok kelompok yang melakukan pengkafiran terhadap orang lain seperti Ulil adalah cukup mengherankan ketika justru Ulil memposisikan dirinya sebagai "advokat" untuk kalangan yang sangat eksklusif bahkan lebih eksklusif ketimbang MUI atau Depag. Ulil justru terpeleset dengan pernyataannya sendiri ketika mengatakan bahwa justru MUI atau depag yang mengakomodir berbagai macam aliran pemikiran Islam berpikir sektarian dengan melakukan monopoli penafsiran

Saya sendiri bukan orang Ahmadiyah. Tetapi, saya melihat, soal Ahmadiyah menjadi batu ujian yang krusial bagi negeri kita sekarang: apakah betul negeri ini adalah negeri plural yang menjamin dan memberikan perlindungan kepada semua warganya, tanpa melihat paham yang dianutnya? Atau, negeri ini telah menjadi milik suatu "kelompok" yang coba memonopoli penafsiran agama berdasarkan pandangan tertentu, seraya memberangus paham dan penafsiran yang lain?(6)

Sadar atau tidak Ulil memposisikan dirinya secara paradoks dari satu ekstrim ke ekstrim lainnya, ketika memposisikan MUI dan Depag memonopoli penafsiran maka dia menganggap Ahmadiyah tidak melakukan hal yang sama, yang pada kenyataannya justru kaum Ahmadiyahlah yang terlebih dahulu melakukan monopoli penafsiran terhadap nash-nash keagamaan yang berujung pada pengkafiran bagi kaum muslim lain diluar Ahmadiyah. Kalaupun misalnya Ulil berdalih hal ini untuk menolak tindakan tirani mayoritas terhadap kaum minoritas, namun nampaknya Ulil lupa bahwa tidak hanya mayoritas yang dapat menjadi tirani bahkan minoritas dapat melakukan hal yang sama.

Ketika Ulil mengkritik usulan depag agar Ahmadiyah menjadi sebuah agama baru, Ulil berpikir hal itu menjadi aneh karena didalam benaknya yang namanya pengkafiran terhadap kelompok lain yang dalam tanda kutip berseberangan dengan pandangan mainstream mayoritas kaum muslimin pada umumnya seharusnya berakhir pada titik pemusnahan bukan pada pendirian agama baru

Dalam sejarah Islam, banyak kelompok yang dianggap sesat, bahkan dituduh kafir, tetapi mereka tidak pernah diminta mendirikan agama sendiri. Contohnya bertebaran dalam sejarah Islam. Kelompok Qadariyyah (yang percaya akan kebebasan kehendak), dianggap kafir oleh kelompok Suni ortodoks. Kelompok Syiah juga dianggap kafir oleh sejumlah kelompok Islam. Tetapi, mereka tidak pernah diminta mendirikan agama yang terpisah dari Islam.(7)

Dari garis pemikiran ini Ulil masih belum bisa membayangkan tawaran depag dan MUI agar Ahmadiyah menjadi agama baru adalah bentuk kompromi dari pemikiran ekstrim satu ke ekstrim satu lainnya. Walaupun pada kenyataannya ini adalah bentuk yang paling ideal untuk memecahkan masalah kebuntuan ini, dalam bayangan Ulil membiarkan Ahmadiyah hidup dengan membawa bendera Islam sebagai agama maka hal itu dapat memecah kebuntuan pemikiran toleransi dalam beragama, namun saya tegaskan sekali lagi hal itu adalah tidak mungkin, sebab Ahmadiyah tetap akan menganggap kaum muslimin selain Ahmadiyah bukanlah umat Islam, dan sekali lagi dengan begitu maka Ulil dan kawan-kawan liberalnya pada akhirnya akan masuk pada proses dukung mendukung eksklusifitas suatu kelompok, yang selama ini diusungnya sebagai sebuah ketertinggalan dan kejumudan pemikiran.

Pada tahap ini sebenarnya kita dapat memahami betapa tawaran agar Ahmadiyah membentuk agama baru adalah bentuk kompromi yang paling realistis, sebab tidak mungkin menyatukan dua kutub pandangan yang berbeda satu sama lain. Kutub pertama adalah klaim Ahmadiyah adalah yang paling benar, sedangkan kutub yang lainnya pandangan Ahmadiyah adalah kaum kafir yang harus diperangi, pada posisi ini justru pandangan yang menjustifikasi pandangan-pandangan Ahmadiyah walaupun secara tidak langsung dengan cara memaksakan pandangan seperti ini kepada kaum muslimin lainnya menjadi amat sangat ekstrim dan berada pada titik intoleransi, dan dari sinilah kita dapat mengatakan sesungguhnya kaum liberal sedang kebingungan mencari apa makna toleransi itu sesungguhnya.

Wallahu A’lam Bishowab

[1] Ulil Abshar-Abdalla, Masih Tentang Ahmadiyah, http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=1044

[2] surat mirza kepada Dr. Abdul Hakeem Khan Patialvi

[3] Mirza Ghulam, M'ayaar-ul-Akhyar, hal 8

[4] Mirza Mahmood Khalifa 2, Anwar-e-Khilafat, hal 90

[5] Mirza Mehmood, Barakat-e-Khilafat, hal. 73

[6] Ulil Abshar-Abdalla, Masih Tentang Ahmadiyah, http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=1044

[7] Ibid

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home