<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d37849578\x26blogName\x3dVeritas+of+Islam\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://pasukanbadar.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_GB\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://pasukanbadar.blogspot.com/\x26vt\x3d3901965244543772544', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Tuesday, December 26, 2006

NIKAH MUT'AH BENARKAH DIPERBOLEHKAN OLEH ISLAM ? (Bagian #3)

NIKAH MUT'AH BENARKAH DIPERBOLEHKAN OLEH ISLAM ?
"PERDEBATAN DENGAN NOMIND DI FAITHFREEDOM"

Bagian III


Nomind:


faiz wrote:
NoMind wrote:
Bila Anda berkeyakinan bahwa ayat 4:24 bukan mengatur nikah mutah, bisakah Anda jelaskan atas dasar apa Muhammad melegalkan nikah mutah yg jelas bertentangan dengan nikah umum? Apakah Muhammad boleh menetapkan suatu aturan yang bertentangan dengan apa yang diperintahkan oleh allah? Apakah nikah mutah adalah praktek yang bermoral?


OK jadi anda sudah sepakat bahwa surat tersebut justru melarang nikah Mut'ah point yang bagus.

saya sudah jelaskan bahwa praktek nikah Mut'ah sudah ada dizaman pra Islam sehingga Nikah tersebut bukan merupakan produk dari hukum Islam akan tetapi pembolehan tersebut karena hukum Islam datang secara bertahap, hingga sampai pada akhir penyempurnaan.

Saya tidak pernah mengatakan bahwa saya setuju bahwa ayat 4:24 tidak mengatur mutah. Sudah jelas kaum Syiah menggunakan ayat tsb sebagai dasar menerapkan mutah karena mereka sadar bahwa tanpa ayat Al Quran tidak mungkin nikah mutah bisa dilaksanakan karena melanggarkan aturan nikah normal.

Anda belum menjawab pertanyaan saya berikut ini:

Atas dasar apa Muhammad melegalkan nikah mutah yg jelas bertentangan dengan nikah umum? Apakah Muhammad boleh menetapkan suatu aturan yang bertentangan dengan apa yang diperintahkan oleh allah? Apakah nikah mutah adalah praktek yang bermoral?


faiz wrote:
NoMind wrote:
Kata terputus mungkin lebih tetap diputus karena opsi untuk mengembalikan tawanan perang wanita dan anak2 yang suaminya masih hidup jelas lebih manusiawi. Bukan Islam selalu sesumbar bahwa dalam perang muslim tidak pernah menyakiti wanita dan anak2? Apakah memnisahkan wanita dan anak2 yang suaminya dan ayahnya masih hidup adalah nilai2 Islami? Bukankah katanya pernikahan poligami lebih karena ingin menolong para janda bukan yang dijandakan? Apakah isteri orang yang masih mempunyai ikatan pernikahan bisa disebut janda? Apakah muslim mau isteri mereka yang sah dirampas dan dinikahi kemudian dikatakan pernikahan mereka terputus?


Jelas wanita-wanita tersebut terpisah oleh suaminya karena sang suami memerang Islam dan kalau si istri bersedia di nikahi maka dia masuk kedalam Islam sehingga otomatis perkawinannya putus karena tidak mungkin seorang wanita muslim masih menjadi istri seorang kafir yang memerangi Islam.

Banyak bukti yang justru memperlihatkan bahwa Muhammad lah yang pertama kali menumpahkan darah dengan misi-misi perampokkan dan perampasan yang dilakkukan. Untuk menyambung hidup di Madinah, Muhammad tidak ingin mencari nafkah dengan wajar, tetapi lebih suka memilih jalan pintas dan bermain sebagai korban dengan memulai melakukan perampokkan. Orang yang dirampoki tentu tidak akan selamanya tinggal diam, tetapi tentu akan membalas. Balasan dari mereka yang merampok inilah yang selalu dikatakan sebagai memerangi dan memusuhi Islam seakan2 mereka hanya boleh diam dan pasrah saja dirampoki. Dari sisi mereka yang dirampoki jelas adalah tindakan bela diri dengan memerangi para perampok dan preman, tetapi ternyata para perampok malah mengatakan perampaokkan yang mereka lancarkan adalah tindakan bela diri.


faiz wrote:
NoMind wrote:
Coba Anda lihat kalimatnya lagi dengan lengkap:

"You have been allowed to do the Mut'a (marriage), so do it."

Adakah kata perintah DO IT (lakukanlah !!) untuk kasus khamar?

Apakah DO IT ! bukan bentuk perintah?


Anda yang tidak jelas melihat kalimat awalnya adalah "kalian telah diperbolehkan untuk menikah Mut'ah, jadi lakukanlah!".

artinya tidak ada aturan yang mengharamkan anda untuk menikah Mut'ah jadi silahkan, Bukan Kalian diperintahkan Untuk Nikah Mut'ah !.

Kalimat pertama merupakan bentuk pembolehan atas aturan lama yang belom mendapat pengharaman dari agama, lalu kalimat kedua jelas kalimat perintah yang artinya Lakukan Nikah Mut'ah !!, sehingga nikah mut'ah menjadi produk dari agama itu sendiri.

jelas perbedaannya bukan ?

OK. Jadi kita sepakat bahwa kalimat kedua adalah perintah untuk melakukan mutah.

Bila kita kembali ke inti permasalahan topik, Anda belum menjawab atas dasar apakah Muhammad memerintahkan atau membolehkan nikah mutah yang jelas bertentangan dengan nikah normal yang diatur dalam Al Quran.

Analogi Anda dengan khamar jelas kurang tepat karena memperbolehkan minum khamar memang diatur dengan ayat2 Al Quran secara bertahap dari memperbolehkan sampai kemudian dilarang sehingga tidak ada pertentangan (Quran 16:67, 4:43, 2:219, 5:90, 5:91 ).

Sedangkan dalam hal nikah mutah, Muhammad memerintahkan sesuatu yang jelas bertentangan dengan nikah normal yang diatur dalam Al Quran. Tanpa ayat Al Quran 4:24, maka apa yang dilakukan Muhammad jelas merupakan pelecehan terhadap otoritas allah.

Polemik yang perlu Anda jelaskan adalah:

Tanpa menerima ayat 4:24 sebagai aturan yang menghalalkan nikah mutah, maka tidak ada dasar bagi Muhammad untuk memerintahkan mutah dengan hadis karena jelas nikah mutah bertentangan dengan nikah normal yang diatur dalam Al Quran. Perintah dalam hadis tidak boleh bertentangan dengan ayat2 Al Quran.

Dengan menerima ayat 4:24 sebagai pelegalan mutah, maka kita akan menemukan bahwa nikah mutah tidak lebih daripada "religous prostitution" yang memalukan, dan pengharaman yang dilakukan oleh Muhammad dengan hadist jelas adalah pelecehan terhadap otoritas allah yang masih melegalkan nikah mutah dalam Al Quran.

Polemik ini namanya maju kena mundur kena.


faiz wrote:
NoMind wrote:
Apakah Anda ingin mengatakan bahwa Ibn Kathir dan Tabari juga melakukan demikian? Apakah mereka menafsirkan ayat Al Quran tanpa dasar? Apakah mereka lebih bodoh dari Anda dan saya?

With Best Regards,
NoMind


Apa anda pernah kuliah mas nomind ?, apa dalam bangku kuliah anda anda dianjurkan hanya mendengar dan tidak mengkritik dosen bila salah ?, jadi apa anda menganggap dosen anda lebih pintar dari anda atau tidak ?

Intinya disini adalah Ibn Kathir dan Tabari bukan sembarang ulama Islam. Mereka mempunyai otoritas dan tafsiran mereka tentunya mempunyai dasar.

-------------------------------------------------------------------------------

Or212000:

Quote:
OK. Jadi kita sepakat bahwa kalimat kedua adalah perintah untuk melakukan mutah.


pernyataan aneh.

Quote:
Bila kita kembali ke inti permasalahan topik, Anda belum menjawab atas dasar apakah Muhammad memerintahkan atau membolehkan nikah mutah yang jelas bertentangan dengan nikah normal yang diatur dalam Al Quran.

Analogi Anda dengan khamar jelas kurang tepat karena memperbolehkan minum khamar memang diatur dengan ayat2 Al Quran secara bertahap dari memperbolehkan sampai kemudian dilarang sehingga tidak ada pertentangan (Quran 16:67, 4:43, 2:219, 5:90, 5:91 ).

Sedangkan dalam hal nikah mutah, Muhammad memerintahkan sesuatu yang jelas bertentangan dengan nikah normal yang diatur dalam Al Quran. Tanpa ayat Al Quran 4:24, maka apa yang dilakukan Muhammad jelas merupakan pelecehan terhadap otoritas allah.



selama belum diharamkan maka hukumnya halal, anda sudah menyitir hadits dan ayat yang mendukungnya diatas (ayat janganlah kamu mengharamkan yang dihalalkan Allah)

jadi Muhammad tidak melanggar perintah Allah.

Quote:
Tanpa menerima ayat 4:24 sebagai aturan yang menghalalkan nikah mutah, maka tidak ada dasar bagi Muhammad untuk memerintahkan mutah dengan hadis karena jelas nikah mutah bertentangan dengan nikah normal yang diatur dalam Al Quran. Perintah dalam hadis tidak boleh bertentangan dengan ayat2 Al Quran.

Dengan menerima ayat 4:24 sebagai pelegalan mutah, maka kita akan menemukan bahwa nikah mutah tidak lebih daripada "religous prostitution" yang memalukan, dan pengharaman yang dilakukan oleh Muhammad dengan hadist jelas adalah pelecehan terhadap otoritas allah yang masih melegalkan nikah mutah dalam Al Quran.

Polemik ini namanya maju kena mundur kena.


hanya dalam pikiran anda mas nomind.

Quote:
Intinya disini adalah Ibn Kathir dan Tabari bukan sembarang ulama Islam. Mereka mempunyai otoritas dan tafsiran mereka tentunya mempunyai dasar.


With Best Regards,
NoMind


umat Islam adalah umat yang tidak bergantung pada pandangan satu orang seperti perkataan imam hasan albanna perkataan manusia boleh ditolak kecuali rasulullah saw al maksum.

karena inilah anda dapat menemukan berbagai macam variasi pandangan dalam suatu masalah, dan pandangan yang anda ambil amat lemah, dan anda bilang kuat karena keinginan anda

NIKAH MUT'AH BENARKAH DIPERBOLEHKAN OLEH ISLAM ? (Bagian #2)


NIKAH MUT'AH BENARKAH DIPERBOLEHKAN OLEH ISLAM ?
"PERDEBATAN DENGAN NOMIND DI FAITHFREEDOM"

Bagian ke II




Nomind:

faiz wrote:
salah pada prakteknya mahar bisa ditangguhkan pemberiannya atau berhutang yang wajib diberikan kemudian, jadi jelas pemahaman anda salah total.

Adapun bahwa asal uang itu adalah pinjaman dari orang lain, tidak perlu disebutkan dalam akad nikah itu. Sebab pada prinsipnya, akad itu sudah syah bila sudah disepakati harga dan cara pembayarannya yang bisa tunai atau hutang.
http://www.syariahonline.com/new_index.php/id/5/cn/6057

Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan[267]. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (4:4)

Penjelasan Anda benar dalam kaitan dengan pernikahan umum. Kata mahar yang digunakan dalam ayat 4:4 berbeda dengan ayat 4:24. Dalam ayat 4:24 yang digunakan sebenarnya bukan mahar spt dalam ayat 4:4, tetapi lebih tepat adalah kompensasi. Dalam hal ini terjadi kompensasi atas penenuhan kewajiban isteri yang dinikahi mutah yaitu pelayanan seks yang diberikan dan kemudian dibayar/dikompensasi.



Quote:
nikah mut'ah memang diakomodir pada awal-awal islam akan tetapi jelas baik al qur'an dan hadits sudah malarangnya.

dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki ; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. (QS. Al-Mu`minun : 5-6)

Dasar nikah mutah diakomidir pada awal-awalnya adalah dari ayat 4:24. Ini jelas merupakan dasar dari kaum Syiah dalam menerapkan Islam. Bukan hanya syiah yang mendasarkan nikah mutah dengan ayat 4:24, tetapi penafsir sunni yang cukup terkenal dan disegani, spt Ibn Kathir and juga Tabari, juga menafsirkan bahwa nikah mutah dihalalkan dengan ayat 4:24.

Tafsir ibn Kathir
http://www.tafsir.com/default.asp?sid=4&tid=10829
[url]http://en.wikipedia.org/wiki/Nikah_Mut'ah[/url]

"('So with those among them whom you have enjoyed, give them their required due') was revealed on the subject of the Mut‘ah marriage. A Mut‘ah marriage is a marriage that ends upon a predetermined date."



Ayat 23:1-6 yang Anda kutipkan (dan juga ayat 70:29-30) saya kira sama sekali tidak mengharamkan nikah mutah, malah sebailiknya melegalakan hubungan seks dengan budak2 yang dimiliki tanpa adanya ikatan pernikahan. Mungkin kita bisa bahas secara terpisah di topik berikut ini.

Mengapa AL MU'MINUUN Tdk Perlu Jaga Kemaluan Terhadap Budak
http://www.indonesia.faithfreedom.org/forum/viewtopic.php?t=14&highlig ht=


Quote:
salah tidak ada pemaksaan pada kasus diatas, akan tetapi halalnya menikahi wanita yang terputus nikahnya dengan suaminya yang musyrik dan memusuhi islam, keputusan apakah dia mau atau tidak untuk dinikahi tetap ada pada wanita tersebut.

Menghalalkan menikahi isteri orang lain yang masih syah adalah suatu bentuk pemaksaan.


faiz wrote:
NoMind wrote:
1. . Apabila nikah mutah tidak dihalalkan oleh ayat Al Quran karena adanya penafsiran yang berbeda, dengan dasar apakah Nabi Muhammad menghalalkan pernikahan mutah yang lebih menjurus kepada prostitusi dan zinah?

analoginya sama jika quran tidak menghalalkan khamar maka kenapa diawal-awal Islam sahabat masih diperbolehkan untuk meminumkhamar.

Analogi Anda denga khamar tidak tepat, karena dalam hal nikah mutah ada perintah Muhammad untuk menjalankan mutah. Sedangkan dalam hal khamar, Muhammad tidak memerintahkan tetapi membiarkan.

Sahih Bukhari. Volume 7, Book 62, Number 52:
Narrated Jabir bin 'Abdullah and Salama bin Al-Akwa':
http://www.usc.edu/dept/MSA/fundamentals/hadithsunnah/bukhari/062.sbt. html#007.062.052

While we were in an army, Allah's Apostle came to us and said, "You have been allowed to do the Mut'a (marriage), so do it."
Salama bin Al-Akwa' said: Allah's Apostle's said, "If a man and a woman agree (to marry temporarily), their marriage should last for three nights, and if they like to continue, they can do so; and if they want to separate, they can do so." I do not know whether that was only for us or for all the people in general. Abu Abdullah (Al-Bukhari) said: 'Ali made it clear that the Prophet said, "The Mut'a marriage has been cancelled (made unlawful)."



faiz wrote:
NoMind wrote:
2. Apabila nikah mutah dilegalkan dan dihalalkan oleh ayat Al Quran 4:24 spt yang saya kutipkan di atas, mengapa ayat tsb bisa diharamkan hanya dengan hadist dimana Muhammad dan kemudian para sahabat saling mengharamkan dan juga menghalalkan nikah mutah?


saya sudah jelaskan bahwa tidak ada satupun kalimat dalam ayat ini yang menghalalkan nikah mut'ah.

nikah mut'ah bukan datang dari konsep islam akan tetapi datang dari pra islam, jadi islamlah yang kemudian menghilangkannya.

The Shorter Encyclopedia of Islam also states that mut'ah was a common practice among Arab travelers and goes back to the fourth century A.D. "When a stranger came to a village and had no place to stay, he would marry a woman for a short time so that she would be his partner in bed and take care of his property." Caetani also concluded that mut’ah in the pagan period was religious prostitution that took place during the occasion of hajj (http://islamicweb.com/beliefs/cults/mutah_book.htm)

Seperti khamar islam datang dengan menghilangkannya secara bertahap, bukan berarti hukum dasarnya halal, akan tetapi sebagai bentuk rukhsah, sampai ada hukum yang qoth'i yaitu haramnya nikah mut'ah.

Penjelasan Anda bahwa tidak ada ayat Al Quran yang melegalkan nikah mutah bertentangan dengan tafsir ayat 4:24 baik dari kaum syiah maupun sunni. Ibn Kathir dan Tabari jelas menafsirkan bahwa ayat 4:24 melegalkan nikah mutah, dan sampai sekarang ayat ini masih ada dan belum di ralat.

Muhammad memerintahkan praktek nikah mutah, yang dalam definisi dari sumber yang Anda berikan adalah "religious prostitusion" dengan hadist. Perintah ini tanpa dasar ayat Al Quran jelas akan menjadi "religious prostitution" karena menyimpang dari nikah umum yang berlaku. Oleh karena itu hanya dengan adanya dasar dalam ayat Al Quran (4:24) lah maka perintah yang menyimpang dari Al Quran bisa dibuat halal karena memang demikian perintah dari Allah.

Pengharaman nikah mutah oleh Muhammad dan Umar dengan hanya melalui hadist tanpa dasar ayat Al Quran yang meralat ayat yang sudah ada jelas menyimpang dari perintah Allah.

------------------------------------------------------------------------

Or212000 Menulis:

Quote:
Penjelasan Anda benar dalam kaitan dengan pernikahan umum. Kata mahar yang digunakan dalam ayat 4:4 berbeda dengan ayat 4:24. Dalam ayat 4:24 yang digunakan sebenarnya bukan mahar spt dalam ayat 4:4, tetapi lebih tepat adalah kompensasi. Dalam hal ini terjadi kompensasi atas penenuhan kewajiban isteri yang dinikahi mutah yaitu pelayanan seks yang diberikan dan kemudian dibayar/dikompensasi.


jelas bahwa berdasarkan hadits yang saya kutip pada bagian yang lalu menyatakan bahwa yang dimaksud oleh surat 4:24 adalah mahar, saya ingin menjelaskan bahwa terkadang asbabun nuzul suatu ayat bisa diakibatkan oleh dua sebab, dan tidak ada kontradiktif pemahaman hadits yang diriwayatkan bukhari dengan yang diriwayatkan Ibnu jarir:

Hadlami membebani kaum laki-laki dalam membayar mahar (mas kawin)
dengan harapan dapat memberatkannya (sehingga tidak dapat membayar
pada waktunya untuk mendapatkan tambahan pembayaran). maka turunlah ayat tersebut (4:24) sebagai ketentuan pemberian maskawin atas keridhoan atas kedua belah pihak (HR ibnu jarir dar ma'mar bin sulaiman) (lihat asbabun nuzul al qur'an, cv diponogoro, hal 135)

Quote:

Dasar nikah mutah diakomidir pada awal-awalnya adalah dari ayat 4:24. Ini jelas merupakan dasar dari kaum Syiah dalam menerapkan Islam. Bukan hanya syiah yang mendasarkan nikah mutah dengan ayat 4:24, tetapi penafsir sunni yang cukup terkenal dan disegani, spt Ibn Kathir and juga Tabari, juga menafsirkan bahwa nikah mutah dihalalkan dengan ayat 4:24.

Tafsir ibn Kathir
http://www.tafsir.com/default.asp?sid=4&tid=10829
[url]http://en.wikipedia.org/wiki/Nikah_Mut'ah[/url]

"('So with those among them whom you have enjoyed, give them their required due') was revealed on the subject of the Mut‘ah marriage. A Mut‘ah marriage is a marriage that ends upon a predetermined date."


Kalimat-kalimat yang anda jadikan argumen hanya terbatas pada penafsiran Ulama, jadi tidak bisa dijadikan argumen selama tidak ada nash yang melandasinya.

Nash-Nash yang saya kutip yang berdasarkan hadits lebih bisa dijadikan argumen dibandingkan penafsiran seseorang tanpa dasar argumen, bahkan tirmimidzi meriwayatkan bahwa ayat ini justru sebagai dalil pelarangan nikah Mut'ah:

Hadrat Ibn Abbas (radiyallahu ‘anhu) says: Mut’ah was there only in the early period of al-Islam until the Ayat—Illaa ‘alaa azwaajihim awmaa malakat aymaanuhum—was revealed. Then, he said: All private parts other that these are unlawful (that is other than those of the legally wedded wife and the bondwoman one may come to have).(HR Tirmidzi)
http://www.islamawareness.net/Marriage/Mutah/unlawfulness.html

Quote:
Ayat 23:1-6 yang Anda kutipkan (dan juga ayat 70:29-30) saya kira sama sekali tidak mengharamkan nikah mutah, malah sebailiknya melegalakan hubungan seks dengan budak2 yang dimiliki tanpa adanya ikatan pernikahan. Mungkin kita bisa bahas secara terpisah di topik berikut ini.


silahkan akan saya tanggapi.

Quote:

Menghalalkan menikahi isteri orang lain yang masih syah adalah suatu bentuk pemaksaan.


saya katakan bukan bentuk pemaksaan, karena jelas diperbolehkan karena pernikahan mereka terputus, tapi jika mereka tidak meinginkan pernikahan maka hal itu tidak dapat dilaksanakan.


Quote:

Analogi Anda denga khamar tidak tepat, karena dalam hal nikah mutah ada perintah Muhammad untuk menjalankan mutah. Sedangkan dalam hal khamar, Muhammad tidak memerintahkan tetapi membiarkan.

Sahih Bukhari. Volume 7, Book 62, Number 52:
Narrated Jabir bin 'Abdullah and Salama bin Al-Akwa':
http://www.usc.edu/dept/MSA/fundamentals/hadithsunnah/bukhari/062.sbt. html#007.062.052

While we were in an army, Allah's Apostle came to us and said, "You have been allowed to do the Mut'a (marriage), so do it." Salama bin Al-Akwa' said: Allah's Apostle's said, "If a man and a woman agree (to marry temporarily), their marriage should last for three nights, and if they like to continue, they can do so; and if they want to separate, they can do so." I do not know whether that was only for us or for all the people in general. Abu Abdullah (Al-Bukhari) said: 'Ali made it clear that the Prophet said, "The Mut'a marriage has been cancelled (made unlawful)."



pembiaran sama dengan mengizinkan, Islam hanya membolehkan dalam artian hukumnya menjadi mubah bukan memerintahkan.

coba anda lihat kalimatnya lagi mas

"You have been allowed to do the Mut'a (marriage)"

apa ini bentuk pembolehan atau perintah ?, berapa nilai bahasa inggris mas nomind ?.

Quote:

Penjelasan Anda bahwa tidak ada ayat Al Quran yang melegalkan nikah mutah bertentangan dengan tafsir ayat 4:24 baik dari kaum syiah maupun sunni. Ibn Kathir dan Tabari jelas menafsirkan bahwa ayat 4:24 melegalkan nikah mutah, dan sampai sekarang ayat ini masih ada dan belum di ralat.

Muhammad memerintahkan praktek nikah mutah, yang dalam definisi dari sumber yang Anda berikan adalah "religious prostitusion" dengan hadist. Perintah ini tanpa dasar ayat Al Quran jelas akan menjadi "religious prostitution" karena menyimpang dari nikah umum yang berlaku. Oleh karena itu hanya dengan adanya dasar dalam ayat Al Quran (4:24) lah maka perintah yang menyimpang dari Al Quran bisa dibuat halal karena memang demikian perintah dari Allah.

Pengharaman nikah mutah oleh Muhammad dan Umar dengan hanya melalui hadist tanpa dasar ayat Al Quran yang meralat ayat yang sudah ada jelas menyimpang dari perintah Allah.



jelas sekali anda tidak membawa bukti apapun ketika menafsirkan ayat tersebut dalam nash-nash yang dianggap sah dari yurispundensi hukum Islam.

----------------------------------------------------------------------------------

Nomind:

faiz wrote:
jelas bahwa berdasarkan hadits yang saya kutip pada bagian yang lalu menyatakan bahwa yang dimaksud oleh surat 4:24 adalah mahar, saya ingin menjelaskan bahwa terkadang asbabun nuzul suatu ayat bisa diakibatkan oleh dua sebab, dan tidak ada kontradiktif pemahaman hadits yang diriwayatkan bukhari dengan yang diriwayatkan Ibnu jarir:

Hadlami membebani kaum laki-laki dalam membayar mahar (mas kawin)
dengan harapan dapat memberatkannya (sehingga tidak dapat membayar
pada waktunya untuk mendapatkan tambahan pembayaran). maka turunlah ayat tersebut (4:24) sebagai ketentuan pemberian maskawin atas keridhoan atas kedua belah pihak (HR ibnu jarir dar ma'mar bin sulaiman) (lihat asbabun nuzul al qur'an, cv diponogoro, hal 135)

Bila Anda berkeyakinan bahwa ayat 4:24 bukan mengatur nikah mutah, bisakah Anda jelaskan atas dasar apa Muhammad melegalkan nikah mutah yg jelas bertentangan dengan nikah umum? Apakah Muhammad boleh menetapkan suatu aturan yang bertentangan dengan apa yang diperintahkan oleh allah? Apakah nikah mutah adalah praktek yang bermoral?


Quote:
Kalimat-kalimat yang anda jadikan argumen hanya terbatas pada penafsiran Ulama, jadi tidak bisa dijadikan argumen selama tidak ada nash yang melandasinya.

Nash-Nash yang saya kutip yang berdasarkan hadits lebih bisa dijadikan argumen dibandingkan penafsiran seseorang tanpa dasar argumen, bahkan tirmimidzi meriwayatkan bahwa ayat ini justru sebagai dalil pelarangan nikah Mut'ah:

Hadrat Ibn Abbas (radiyallahu ‘anhu) says: Mut’ah was there only in the early period of al-Islam until the Ayat—Illaa ‘alaa azwaajihim awmaa malakat aymaanuhum—was revealed. Then, he said: All private parts other that these are unlawful (that is other than those of the legally wedded wife and the bondwoman one may come to have).(HR Tirmidzi)
http://www.islamawareness.net/Marriage/Mutah/unlawfulness.html

Selain penafsiran ulama, nikah mutah juga diperintahka oleh Muhammad. Apakah Muhammad boleh memerintahka sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan Al Quran?

faiz wrote:
NoMind wrote:

Menghalalkan menikahi isteri orang lain yang masih syah adalah suatu bentuk pemaksaan.

saya katakan bukan bentuk pemaksaan, karena jelas diperbolehkan karena pernikahan mereka terputus, tapi jika mereka tidak meinginkan pernikahan maka hal itu tidak dapat dilaksanakan.

Kata terputus mungkin lebih tetap diputus karena opsi untuk mengembalikan tawanan perang wanita dan anak2 yang suaminya masih hidup jelas lebih manusiawi. Bukan Islam selalu sesumbar bahwa dalam perang muslim tidak pernah menyakiti wanita dan anak2? Apakah memnisahkan wanita dan anak2 yang suaminya dan ayahnya masih hidup adalah nilai2 Islami? Bukankah katanya pernikahan poligami lebih karena ingin menolong para janda bukan yang dijandakan? Apakah isteri orang yang masih mempunyai ikatan pernikahan bisa disebut janda? Apakah muslim mau isteri mereka yang sah dirampas dan dinikahi kemudian dikatakan pernikahan mereka terputus?


faiz wrote:
NoMind wrote:

Analogi Anda denga khamar tidak tepat, karena dalam hal nikah mutah ada perintah Muhammad untuk menjalankan mutah. Sedangkan dalam hal khamar, Muhammad tidak memerintahkan tetapi membiarkan.

Sahih Bukhari. Volume 7, Book 62, Number 52:
Narrated Jabir bin 'Abdullah and Salama bin Al-Akwa':
http://www.usc.edu/dept/MSA/fundamentals/hadithsunnah/bukhari/062.sbt. html#007.062.052

While we were in an army, Allah's Apostle came to us and said, "You have been allowed to do the Mut'a (marriage), so do it." Salama bin Al-Akwa' said: Allah's Apostle's said, "If a man and a woman agree (to marry temporarily), their marriage should last for three nights, and if they like to continue, they can do so; and if they want to separate, they can do so." I do not know whether that was only for us or for all the people in general. Abu Abdullah (Al-Bukhari) said: 'Ali made it clear that the Prophet said, "The Mut'a marriage has been cancelled (made unlawful)."

pembiaran sama dengan mengizinkan, Islam hanya membolehkan dalam artian hukumnya menjadi mubah bukan memerintahkan.

coba anda lihat kalimatnya lagi mas

"You have been allowed to do the Mut'a (marriage)"

apa ini bentuk pembolehan atau perintah ?, berapa nilai bahasa inggris mas nomind ?.

Coba Anda lihat kalimatnya lagi dengan lengkap:

"You have been allowed to do the Mut'a (marriage), so do it."

Adakah kata perintah DO IT (lakukanlah !!) untuk kasus khamar?

Apakah DO IT ! bukan bentuk perintah?


Quote:
jelas sekali anda tidak membawa bukti apapun ketika menafsirkan ayat tersebut dalam nash-nash yang dianggap sah dari yurispundensi hukum Islam.

Apakah Anda ingin mengatakan bahwa Ibn Kathir dan Tabari juga melakukan demikian? Apakah mereka menafsirkan ayat Al Quran tanpa dasar? Apakah mereka lebih bodoh dari Anda dan saya?
----------------------------------------------------------------------

Or212000:

Quote:
Bila Anda berkeyakinan bahwa ayat 4:24 bukan mengatur nikah mutah, bisakah Anda jelaskan atas dasar apa Muhammad melegalkan nikah mutah yg jelas bertentangan dengan nikah umum? Apakah Muhammad boleh menetapkan suatu aturan yang bertentangan dengan apa yang diperintahkan oleh allah? Apakah nikah mutah adalah praktek yang bermoral?


OK jadi anda sudah sepakat bahwa surat tersebut justru melarang nikah Mut'ah point yang bagus.

saya sudah jelaskan bahwa praktek nikah Mut'ah sudah ada dizaman pra Islam sehingga Nikah tersebut bukan merupakan produk dari hukum Islam akan tetapi pembolehan tersebut karena hukum Islam datang secara bertahap, hingga sampai pada akhir penyempurnaan.

Quote:
Kata terputus mungkin lebih tetap diputus karena opsi untuk mengembalikan tawanan perang wanita dan anak2 yang suaminya masih hidup jelas lebih manusiawi. Bukan Islam selalu sesumbar bahwa dalam perang muslim tidak pernah menyakiti wanita dan anak2? Apakah memnisahkan wanita dan anak2 yang suaminya dan ayahnya masih hidup adalah nilai2 Islami? Bukankah katanya pernikahan poligami lebih karena ingin menolong para janda bukan yang dijandakan? Apakah isteri orang yang masih mempunyai ikatan pernikahan bisa disebut janda? Apakah muslim mau isteri mereka yang sah dirampas dan dinikahi kemudian dikatakan pernikahan mereka terputus?


Jelas wanita-wanita tersebut terpisah oleh suaminya karena sang suami memerang Islam dan kalau si istri bersedia di nikahi maka dia masuk kedalam Islam sehingga otomatis perkawinannya putus karena tidak mungkin seorang wanita muslim masih menjadi istri seorang kafir yang memerangi Islam.

Quote:
Coba Anda lihat kalimatnya lagi dengan lengkap:

"You have been allowed to do the Mut'a (marriage), so do it."

Adakah kata perintah DO IT (lakukanlah !!) untuk kasus khamar?

Apakah DO IT ! bukan bentuk perintah?




Anda yang tidak jelas melihat kalimat awalnya adalah "kalian telah diperbolehkan untuk menikah Mut'ah, jadi lakukanlah!".

artinya tidak ada aturan yang mengharamkan anda untuk menikah Mut'ah jadi silahkan, Bukan Kalian diperintahkan Untuk Nikah Mut'ah !.

Kalimat pertama merupakan bentuk pembolehan atas aturan lama yang belom mendapat pengharaman dari agama, lalu kalimat kedua jelas kalimat perintah yang artinya Lakukan Nikah Mut'ah !!, sehingga nikah mut'ah menjadi produk dari agama itu sendiri.

jelas perbedaannya bukan ?

Quote:
Apakah Anda ingin mengatakan bahwa Ibn Kathir dan Tabari juga melakukan demikian? Apakah mereka menafsirkan ayat Al Quran tanpa dasar? Apakah mereka lebih bodoh dari Anda dan saya?


With Best Regards,
NoMind


Apa anda pernah kuliah mas nomind ?, apa dalam bangku kuliah anda anda dianjurkan hanya mendengar dan tidak mengkritik dosen bila salah ?, jadi apa anda menganggap dosen anda lebih pintar dari anda atau tidak ?

------------------------------------------------------------------


NIKAH MUT'AH BENARKAH DIPERBOLEHKAN OLEH ISLAM ? (Bagian #1)

NIKAH MUT'AH BENARKAH DIPERBOLEHKAN OLEH ISLAM ?
"PERDEBATAN DENGAN NOMIND DI FAITHFREEDOM"
Bagian I


Nomind Menulis:


Ayat Quran 4:24 berikut adalah ayat yang merupakan dasar bagi umat Islam, terutama Islam Syiah, menerapkan dan mempraktekkan kawin Mutah.

Ada juga yang mengartikan ayat tsb bukan sebagai kawin Mutah melainkan aturan pemberian mahr, tetapi penafsiran tsb menjadi masalah karena mahr dlm ayat tsb baru diberikan setelah seorang wanita di campuri. Penafsiran ini tentunya bisa menjurus ke prostitusi legal.

Sedangkan kaum Syiah dengan tegas mengatakan bahwa ayat tsb adalah ayat yang melegalkan kawin Mutah. Seperti hukum dan aturan Allah lainnya dalam Quran, tentunya yang ini juga berlaku sampai akhir jaman.


Quran 4:24

dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban;
dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.



Sahih Bukhari. Vol 7, Book 62. Wedlock, Marriage (Nikaah). Hadith 013A.

Narrated By 'Abdullah :
We used to participate in the holy battles led by Allah's Apostle and we had nothing (no wives) with us. So we said, "Shall we get ourselves castrated?" He forbade us that and then allowed us to marry women with a temporary contract (2) and recited to us: 'O you who believe ! Make not unlawful the good things which Allah has made lawful for you, but commit no transgression.' (5.87)




Sahih Mulsim. Book 8. Marriage. Hadith 3432.

http://www.usc.edu/dept/MSA/fundamentals/hadithsunnah/muslim/008.smt.h tml#008.3432

Abu Sa'id al-Khudri (Allah her pleased with him) reported that at the Battle of Hanain Allah's Messenger (may peace be upon him) sent an army to Autas
and encountered the enemy and fought with them. Having overcome them and taken them captives, the Companions of Allah's Messenger (may peace be upon him) seemed to refrain from having intercourse with captive women because of their husbands being polytheists. Then Allah, Most High, sent down regarding that: "And women already married, except those whom your right hands possess (iv. 24)" (i.e. they were lawful for them when their 'Idda period came to an end).


Sahih Muslim. Book 8. Marriage. Hadith 3251.

http://www.usc.edu/dept/MSA/fundamentals/hadithsunnah/muslim/008.smt.h tml#008.3251

Iyas b. Salama reported on the authority of his father that Allah's Messenger (may peace be upon him) gave sanction for contracting temporary marriage for three nights in the year of Autas and then forbade it.

Terjemahan NoMind:

Iyas b. Salama melaporkan atas otoritas ayahnya bahwa Rasulullah (saw) menetapkan nikah kontrak sementara (mut'a, red) selama tiga hari di tahun perang Autas dan kemudian melarangnya.
------------------------------------------------------------------------

Abdurahman Faiz (Or212000) menulis:

Quran 4:24

dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.


sebenarnya tidak ada yang aneh pada ayat ini karena ayat ini tidak menyinggung mut'ah sama sekali, jadi klaim no mind yang mengatakan ayat ini menjadi ayat yang mendukung nikah mut'ah tidaklah mendasar, berikut beberapa argumen saya

1.hadits dan ayat yang dijadikan argumen no mind bahwa tidak boleh mengharamkan apa yang dihalalkan Allah menunjukkan keumuman makna

Sahih Bukhari. Vol 7, Book 62. Wedlock, Marriage (Nikaah). Hadith 013A.

Narrated By 'Abdullah :
We used to participate in the holy battles led by Allah's Apostle and we had nothing (no wives) with us. So we said, "Shall we get ourselves castrated?" He forbade us that and then allowed us to marry women with a temporary contract (2) and recited to us: 'O you who believe ! Make not unlawful the good things which Allah has made lawful for you, but commit no transgression.' (5.87)

jadi jelas bahwa hadits ini menunjukkan posisi dimana nikah mut'ah masih dihalalkan oleh rasulullah saw.

2. hadits kedua yang ditunjuk nomind mengatakan:

Sahih Mulsim. Book 8. Marriage. Hadith 3432.

http://www.usc.edu/dept/MSA/fundamentals/hadithsunnah/muslim/008.smt.h tml#008.3432

Abu Sa'id al-Khudri (Allah her pleased with him) reported that at the Battle of Hanain Allah's Messenger (may peace be upon him) sent an army to Autas and encountered the enemy and fought with them. Having overcome them and taken them captives, the Companions of Allah's Messenger (may peace be upon him) seemed to refrain from having intercourse with captive women because of their husbands being polytheists. Then Allah, Most High, sent down regarding that: "And women already married, except those whom your right hands possess (iv. 24)" (i.e. they were lawful for them when their 'Idda period came to an end).

sekali lagi menunjukkan keumuman makna bukan kekhususan, kalimat:

"And women already married, except those whom your right hands possess (iv. 24)" (i.e. they were lawful for them when their 'Idda period cam

menunjukkan suatu proses pernikahan bukan hanya pada nikah mut'ah akan tetapi halalnya menikahi tawanan perang yang masih bersuami yang terputus hubungannya karena sang suami musyrik dan memerangi Allah dan rasulnya.

sementara kalimat selanjutnya pada ayat tersebut turun pada kejadian lain yang menunjukkan proses pernikahan bukan pada nikah mut'ah itu sendiri.

Hadlami membebani kaum laki-laki dalam membayar mahar (mas kawin)
dengan harapan dapat memberatkannya (sehingga tidak dapat membayar
pada waktunya untuk mendapatkan tambahan pembayaran). maka turunlah ayat tersebut (4:24) sebagai ketentuan pemberian maskawin atas keridhoan atas kedua belah pihak (HR ibnu jarir dar ma'mar bin sulaiman) (lihat asbabun nuzul al qur'an, cv diponogoro, hal 135)

Sahih Muslim. Book 8. Marriage. Hadith 3251.

http://www.usc.edu/dept/MSA/fundamentals/hadithsunnah/muslim/008.smt.h tml#008.3251

Iyas b. Salama reported on the authority of his father that Allah's Messenger (may peace be upon him) gave sanction for contracting temporary marriage for three nights in the year of Autas and then forbade it.

hadits ini jelas menunjukkan keharaman nikah mut'ah itu sendiri, hadits dan qur'an tidaklah saling bertentangan akan tetapi hadits adalah bagian dari penjelasan qur'an itu sendiri.


Dan orang-orang mukmin dan beramal soleh serta beriman kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad dan itulah yang haq dari Tuhan mereka, Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka. (47:2)

Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk." (7:158)

---------------------------------------------------------------------------------

Nomind:

faiz wrote:
Quran 4:24

dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.


sebenarnya tidak ada yang aneh pada ayat ini karena ayat ini tidak menyinggung mut'ah sama sekali, jadi klaim no mind yang mengatakan ayat ini menjadi ayat yang mendukung nikah mut'ah tidaklah mendasar, berikut beberapa argumen saya

Ayat 4:24 jelas aneh bila Anda mau menelitinya lebih seksama. Coba kita perhatikan bagian yang saya merahkan. Alurnya adalah sbb:


  1. Dihalakan mencari isteri-isteri dengan HARTA mu untuk dinikahi termasuk dalam hal ini nikah mutah karena ditegaskan bahwa adalah halal mencari isteri-isteri dengan HARTA atau dengan kata lain isteri-isteri bisa dibeli. Dalam hal ini nikah mutah memenuhi syarat ayat ini karena jelas isteri-isteri yang dinikahi secara mutah di dapatkan dengan HARTA dan melalui pernikahan yang islami. Tentunya yang berbeda hanya masa waktunya saja. Kemudian bila kita melihat kalimat berikutnya, maka mencari isteri-isteri (kepuasan seksual) dengan HARTA (prostitusi legal via nikah mutah) akan menjadi semakin jelas.

  2. Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna). Ini jelas persis sama dengan praktek prostitusi dimana dipakai dulu baru dibayar kemudian.



Quote:
1.hadits dan ayat yang dijadikan argumen no mind bahwa tidak boleh mengharamkan apa yang dihalalkan Allah menunjukkan keumuman makna

Sahih Bukhari. Vol 7, Book 62. Wedlock, Marriage (Nikaah). Hadith 013A.

Narrated By 'Abdullah :
We used to participate in the holy battles led by Allah's Apostle and we had nothing (no wives) with us. So we said, "Shall we get ourselves castrated?" He forbade us that and then allowed us to marry women with a temporary contract (2) and recited to us: 'O you who believe ! Make not unlawful the good things which Allah has made lawful for you, but commit no transgression.' (5.87)

jadi jelas bahwa hadits ini menunjukkan posisi dimana nikah mut'ah masih dihalalkan oleh rasulullah saw.

Nikah mutah jelas adalah praktek prostitusi terselubung dimana isteri-isteri (baca kepuasan seksual) bisa dicari dengan HARTA. Praktek nikah mutah ini jika tidak dihalalkan melalui kata2 Allah dalam ayat Al Quran jelas tidak sesuai dengan nikah yang disyaratkan dalam Al Quran.

Jika tidak ada ayat yang menghalalkan nikah mutah, atas dasar apakah Muhammad menghalalkan praktek demikian?

Jika ada ayat yang menghalalkan nikah mutah (menurut kaum syiah ayat 4:24), atas dasar apakah Muhammad mengharamkan praktek demikian tanpa meralat ayat Al Quran yang ada?


Quote:
2. hadits kedua yang ditunjuk nomind mengatakan:

Sahih Mulsim. Book 8. Marriage. Hadith 3432.

http://www.usc.edu/dept/MSA/fundamentals/hadithsunnah/muslim/008.smt.h tml#008.3432

Abu Sa'id al-Khudri (Allah her pleased with him) reported that at the Battle of Hanain Allah's Messenger (may peace be upon him) sent an army to Autas and encountered the enemy and fought with them. Having overcome them and taken them captives, the Companions of Allah's Messenger (may peace be upon him) seemed to refrain from having intercourse with captive women because of their husbands being polytheists. Then Allah, Most High, sent down regarding that: "And women already married, except those whom your right hands possess (iv. 24)" (i.e. they were lawful for them when their 'Idda period came to an end).

sekali lagi menunjukkan keumuman makna bukan kekhususan, kalimat:

"And women already married, except those whom your right hands possess (iv. 24)" (i.e. they were lawful for them when their 'Idda period cam

menunjukkan suatu proses pernikahan bukan hanya pada nikah mut'ah akan tetapi halalnya menikahi tawanan perang yang masih bersuami yang terputus hubungannya karena sang suami musyrik dan memerangi Allah dan rasulnya.

Ini sudah jelas bahwa Islam membolehkan para pengikutnya merebut/merampas isteri dan ibu orang lain yang tidak percaya atau tidak mau masuk Islam. Topik yang mungkin perlu dibahas secara terpisah.


Quote:
sementara kalimat selanjutnya pada ayat tersebut turun pada kejadian lain yang menunjukkan proses pernikahan bukan pada nikah mut'ah itu sendiri.

Hadlami membebani kaum laki-laki dalam membayar mahar (mas kawin)
dengan harapan dapat memberatkannya (sehingga tidak dapat membayar
pada waktunya untuk mendapatkan tambahan pembayaran). maka turunlah ayat tersebut (4:24) sebagai ketentuan pemberian maskawin atas keridhoan atas kedua belah pihak (HR ibnu jarir dar ma'mar bin sulaiman) (lihat asbabun nuzul al qur'an, cv diponogoro, hal 135)

Sudah saya jelaskan di atas bahwa, isteri-isteri yagn dimaksud dinikmati/dicampuri dulu baru kemudian di bayar. Bukankah ini persis spt praktek pelacuran?


Quote:
Sahih Muslim. Book 8. Marriage. Hadith 3251.

http://www.usc.edu/dept/MSA/fundamentals/hadithsunnah/muslim/008.smt.h tml#008.3251

Iyas b. Salama reported on the authority of his father that Allah's Messenger (may peace be upon him) gave sanction for contracting temporary marriage for three nights in the year of Autas and then forbade it.

hadits ini jelas menunjukkan keharaman nikah mut'ah itu sendiri, hadits dan qur'an tidaklah saling bertentangan akan tetapi hadits adalah bagian dari penjelasan qur'an itu sendiri.

Hadis ini memang pada akhrinya mengharamkan nikah mutah, tetapi seperti judul topik ini yang menjadi pertanyaan adalah:

1. . Apabila nikah mutah tidak dihalalkan oleh ayat Al Quran karena adanya penafsiran yang berbeda, dengan dasar apakah Nabi Muhammad menghalalkan pernikahan mutah yang lebih menjurus kepada prostitusi dan zinah?

2. Apabila nikah mutah dilegalkan dan dihalalkan oleh ayat Al Quran 4:24 spt yang saya kutipkan di atas, mengapa ayat tsb bisa diharamkan hanya dengan hadist dimana Muhammad dan kemudian para sahabat saling mengharamkan dan juga menghalalkan nikah mutah?


Apakah Anda setuju dengan praktek kawin mutah/kontrak selama tiga hari seperti yang diputuskan oleh Muhammad dalam hadis ini? Apakah Anda menilai bahwa praktek demikian baik baik para wanita yang dijadikan objek mutah?


Quote:
Dan orang-orang mukmin dan beramal soleh serta beriman kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad dan itulah yang haq dari Tuhan mereka, Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka. (47:2)

Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk." (7:158)

Apakah Anda ingin mengatakan bahwa Muhammad menerapkan nikah mutah selama tiga hari adalah suatu kesalahan? Bila ya, mengapa Allah membiarkan kesalahan ini dengan membiarkan praktek prostitusi/zina yang dilegalkan? Apakah sebegitu pentingnya kebutuhan syahwat nabi dan pengikutnya sehingga Allah sendiri harus mencari celah bagi pemuasan seksual para pengikutnya? Apakah Allah tidak memamdang bahwa para wanita/gadis yang dimutah oleh para sahabat dan pengikut nabi tidak menderita akibat perbuatan mereka? Apakah kepuasan seksual bisa dibeli dengan harta?


----------------------------------------------------------------------

Or212000 Menulis:

Quote:
Ayat 4:24 jelas aneh bila Anda mau menelitinya lebih seksama. Coba kita perhatikan bagian yang saya merahkan. Alurnya adalah sbb:


Dihalakan mencari isteri-isteri dengan HARTA mu untuk dinikahi termasuk dalam hal ini nikah mutah karena ditegaskan bahwa adalah halal mencari isteri-isteri dengan HARTA atau dengan kata lain isteri-isteri bisa dibeli. Dalam hal ini nikah mutah memenuhi syarat ayat ini karena jelas isteri-isteri yang dinikahi secara mutah di dapatkan dengan HARTA dan melalui pernikahan yang islami. Tentunya yang berbeda hanya masa waktunya saja. Kemudian bila kita melihat kalimat berikutnya, maka mencari isteri-isteri (kepuasan seksual) dengan HARTA (prostitusi legal via nikah mutah) akan menjadi semakin jelas.

Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna). Ini jelas persis sama dengan praktek prostitusi dimana dipakai dulu baru dibayar kemudian.



salah pada prakteknya mahar bisa ditangguhkan pemberiannya atau berhutang yang wajib diberikan kemudian, jadi jelas pemahaman anda salah total.

Adapun bahwa asal uang itu adalah pinjaman dari orang lain, tidak perlu disebutkan dalam akad nikah itu. Sebab pada prinsipnya, akad itu sudah syah bila sudah disepakati harga dan cara pembayarannya yang bisa tunai atau hutang.
http://www.syariahonline.com/new_index.php/id/5/cn/6057

Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan[267]. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (4:4)


Quote:
Nikah mutah jelas adalah praktek prostitusi terselubung dimana isteri-isteri (baca kepuasan seksual) bisa dicari dengan HARTA. Praktek nikah mutah ini jika tidak dihalalkan melalui kata2 Allah dalam ayat Al Quran jelas tidak sesuai dengan nikah yang disyaratkan dalam Al Quran.

Jika tidak ada ayat yang menghalalkan nikah mutah, atas dasar apakah Muhammad menghalalkan praktek demikian?

Jika ada ayat yang menghalalkan nikah mutah (menurut kaum syiah ayat 4:24), atas dasar apakah Muhammad mengharamkan praktek demikian tanpa meralat ayat Al Quran yang ada?


nikah mut'ah memang diakomodir pada awal-awal islam akan tetapi jelas baik al qur'an dan hadits sudah malarangnya.

dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki ; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. (QS. Al-Mu`minun : 5-6)

Quote:
Ini sudah jelas bahwa Islam membolehkan para pengikutnya merebut/merampas isteri dan ibu orang lain yang tidak percaya atau tidak mau masuk Islam. Topik yang mungkin perlu dibahas secara terpisah.


salah tidak ada pemaksaan pada kasus diatas, akan tetapi halalnya menikahi wanita yang terputus nikahnya dengan suaminya yang musyrik dan memusuhi islam, keputusan apakah dia mau atau tidak untuk dinikahi tetap ada pada wanita tersebut.

Quote:

1. . Apabila nikah mutah tidak dihalalkan oleh ayat Al Quran karena adanya penafsiran yang berbeda, dengan dasar apakah Nabi Muhammad menghalalkan pernikahan mutah yang lebih menjurus kepada prostitusi dan zinah?


analoginya sama jika quran tidak menghalalkan khamar maka kenapa diawal-awal Islam sahabat masih diperbolehkan untuk meminumkhamar.

Quote:
2. Apabila nikah mutah dilegalkan dan dihalalkan oleh ayat Al Quran 4:24 spt yang saya kutipkan di atas, mengapa ayat tsb bisa diharamkan hanya dengan hadist dimana Muhammad dan kemudian para sahabat saling mengharamkan dan juga menghalalkan nikah mutah?


saya sudah jelaskan bahwa tidak ada satupun kalimat dalam ayat ini yang menghalalkan nikah mut'ah.

nikah mut'ah bukan datang dari konsep islam akan tetapi datang dari pra islam, jadi islamlah yang kemudian menghilangkannya.

The Shorter Encyclopedia of Islam also states that mut'ah was a common practice among Arab travelers and goes back to the fourth century A.D. "When a stranger came to a village and had no place to stay, he would marry a woman for a short time so that she would be his partner in bed and take care of his property." Caetani also concluded that mut’ah in the pagan period was religious prostitution that took place during the occasion of hajj(http://islamicweb.com/beliefs/cults/mutah_book.htm)

Seperti khamar islam datang dengan menghilangkannya secara bertahap, bukan berarti hukum dasarnya halal, akan tetapi sebagai bentuk rukhsah, sampai ada hukum yang qoth'i yaitu haramnya nikah mut'ah.

Monday, December 25, 2006

Perlukah melakukan dekonstruksi terhadap teks-teks suci Al Qur’an?

Oleh Abi baker

Pemahaman dan penghayatan terhadap teks merupakan problem serius yang di hadapi kaum Muslim saat ini. Bahkan tak jarang perbedaan cara pandang terhadap teks menyebabkan munculnya sikap-sikap eksklusif dan perilaku-perilaku anarkis. Suasana ini, menyebabkan sebagian kalangan secara gegabah menyalahkan benda mati (yakni teks), yang seakan-akan teks hanya melahirkan problem dari pada mendatangkan kemaslahatan. Di sini, lalu kritik terhadap teks menjadi fenomena yang sulit di hindarkan. Lalu di temukannya, kerangka metodologi sebagai penutup kotak pandora yang menganga, yakni metodologi destruktif terhadap teks.

Di tengah realitas sosial yang multikrisis dan ketidak pastian dengan sejuta problematikanya sejatinya muncul pandangan dan sikap simpatik terhadap teks. Sedapat mungkin teks di rangkul untuk membenahi segala bentuk praktek-praktek yang menyebabkan terpuruknya tatanan sosial politik, ekonomi dan budaya, lalu mengambil langkah alternatif yang lebih riil. Membenahi kembali pemahaman umat dalam beragama agar teks tidak lagi di pandang sebagai dokumen teologis belaka, melainkan di pahami sebagai doktrin yang senantiasa progresif dan responsif bagi penyelesaian problem kemanusian, sehingga agama tidak kehilangan konteks, momentum dan aktualitasnya. Pendekatan ini bisa di katakan sebagai tindakan solutif untuk tersambungnya teks, konteks dan realitas!

Saya pribadi menyesalkan tindakan simplistis yang diambil oleh sebagian kawan-kawan, yakni upaya membongkar sakralitas teks-teks suci (desakralisasi Al Quran & Al Hadist). Dengan pengembangan metode tafsir hermeneutika. Secara bahasa, hermeneutika berarti menafsirkan. Dalam perkembangannya, hermenetika tidak lagi dipahami sekadar dalam makna bahasa, tetapi makna bahasa dan filsafat. Jika hal ini di terapkan kepada Al Quran konsekuensinya, semua yang terkandung dalam al-Quran semata-mata hasil pemahaman yang sangat relatif dan subyektif.

Ugi Suharto, dosen International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC), IIUM Kuala Lumpur, Malaysia mengingatkan, apabila filsafat hermeneutika digunakan pada al-Quran, ada kemungkinan ayat-ayat muhkamât akan menjadi mutasyâbihât, yang ushûl menjadi furû‘, yang qâth‘î menjadi zhannî, yang ma‘lûm menjadi majhûl, dan yang yaqîn menjadi zhann bahkan syakk. 1.

Padahal, papar Ugi Suharto, dalam al-Quran terdapat ayat-ayat mukhkamât, ada ushûl (pokok) ajaran Islam, ada hal-hal yang bersifat tsawâbit yang semua ayat-ayatnya qath‘î at-tsubût; juga bagian-bagiannya ada yang menunjukkan qath‘i ad-dalâlah, yakni perkara-perkara yang termasuk ma‘lûm min ad-dîn bi ad-dharûrah….Semuanya dapat dipahami dan dimengerti oleh kaum Muslim dengan derajat yakin bahwa itu adalah ajaran al-Quran yang dikehendaki oleh Allah. Perintah shalat lima waktu, hukum waris, hukum potong tangan bagi pencuri, sanksi bagi pelaku pelanggaran seksual dapat dipahami dalam konteks ini. Juga banyak ayat yang terkait dengan akidah, yang jika ditafsirkan secara hermeneutika, akan menjadi hancur. Orang dapat menafsirkan al-Quran sesuai kehendaknya sendiri. 2.

Satu contoh kasus dari hasil desakralisasi al Quran adalah, Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (CLDKHI) yang disusun oleh tim menamakan dirinya sebagai Tim Pengarustamaan Gender Departemen Agama RI dan diketuai oleh DR. Siti Musdah Mulia, yang telah berhasil menimbulkan kontroversi di masyarakat beberapa saat lalu.

Dr. Siti Musdah Mulia dalam menyusun CLDKHI bukan memakai pendekatan hukum Islam, tetapi pendekatan: gender, pluralisme, hak azasi manusia dan demokrasi, Karena tujuan syariah menurut mereka adalah menegakkan nilai dan prinsip keadilan sosial, kemaslahatan umat manusia, kerahmatan semesta dan kearifan sosial. Padahal tujuan syariah sebenarnya menurut fuqaha, adalah memelihara agama, akal pikiran, keturunan, kehormatan, dan harta benda (Dr. Rifyal Ka'bah, MA).

Menurut mereka, mencari tafsir alternatif adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa di hindarkan sebagai wahana pembebasan manusia dari segala problem kemanusiaan. Di karenakan pilihan yang ada tidak compatible, tidak aspiratif, tidak ketemu dengan apa yang menjadi obsesinya. Faktor inilah yang menjadi penyebab utama tim perumus KHI Tandingan melenceng jauh, sehingga mereka berani menafikan ayat-ayat Al Quran atau hadis Nabi yang qat'iyul wurud (perintah yang sudah pasti). Beberapa contoh 'penafian' tersebut, adalah:

*. Dikutip dari situs Islam:
No.
Menurut KHI Tandingan
Menurut Syari’at Islam
1
Pasal 3: 1.Azas perkawinan adalah monogami 2. Perkawinan yang dilakukan di luar azzas sebagaimana pada ayat (1) dinyatakan batal secara hukum
An-Nisa ayat 3 1. Boleh poligami dengan syarat adil 2. Perkawinan poligami sah 3. Tidak ada nash al-Qur’an atau Hadits yang menhatakan hukum perkawinan poligami tidak sah
2
Pasal 7: 1. Calon suami atau isteri dapat mengawinkan dirinya sendiri Pasal 9: 1. Ijab dan Kabul dapat dilakukan oleh calon suami atau calon isteri 2. Apabila ijab dilakukan oleh calon isteri, maka Kabul dilakukan oleh calon suami
Al-Baqarah ayat 232 dan An-Nur ayat 32 nikah harus dilaksanakan oleh wali atas persetujuan wanita menurut Jumhur Ulama Hadits Nabi s.a.w.: - tidak sah nikah tanpa wali - wanita yang menikahkan dirinya sendiri, status hukumnya sama dengan orang berzina (psk)
3
Pasal 11: 1. Posisi perempuan dan laki-laki dalam persaksian adalah sama 2. Perkawinan harus disaksikan sekurang-kurangnya oleh dua orang perempuan atau dua orang laki-laki atau satu orang laki-laki dan satu orang perempuan
Al-Baqarah ayat 282, Hadits: tidak sah kesaksian wanita dalam masalah pidana, nikah dan talak. 1. Mazhab Syafi’I dan Hambali mensyaratkan saksi nikah dua orang laki-laki. Tidak sah akad nikah dengan kesaksian perempuan 2. Mazhab Hanafi boleh saksi satu orang laki-laki dan dua orang perempuan
4
Pasal 16: Calon suami dan isteri harus memberikan mahar kepada calon pasangannya sesuai dengan kebiasaan (budaya) setempat Pasal 18: Mahar menjadi milik penuh pasangan penerima setelah akad perkawinan dilangsungkan
An-Nisa ayat 4: 1. Calon suami wajib memberikan mahar kepada calon isteri sebagai pemberian berdasarkan kerelaan. 2. Mahar adalah milik penuh isteri. Suami tidak boleh memakan/mengambilnya kecuali bila isteri rela, suami boleh memakan sebagian atau menggunakan sebagian.
5
Pasal 21: Sebelum perkawinan dilangsungkan, calon suami dan calon isteri dapat mngadakan perjanjian tertulis …. Pasal 22: Perjanjian perkawinan dapat meliputi pembagian harta, perwalian anak, jangka mas aperkawinan, dan perlindungan kekerasan Pasal 28: (3) Apabila jangka waktu perkawinan telah berakhir, maka suami dan isteri dapat memperpanjang waktu perkawinan sesuai dengan kesepakatan bersama dihadapan pegawau pencatat perkawinan
Perjanjian perkawinan dengan jangka waktu tertentu, sama dengan nikah mut’ah. Nikah mut’ah haram hukumnya, berdasarkan al-Qur’an, Hadits dan UU Perkawinan No. 1/1979 dan KHI 1. Surat Al-Mukminum ayat 5,6, dan 7 2. Hadits: Nikah mut’ah telah diharamkan sampai hari kiamat. 3. Mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku berarti mematuhi penguasa (pemerintah). Lihat surat An-Nisa ayat 59 4. Qaidah fiqhiyah: keputusan pemerintah itu mengikat untuk dilaksanakan dan menghilangkan perbedaan pendapat

Juga Ulil Abshar Abdalla tokoh liberal yang rajin dan tekun dalam mengumbar tafsir destruktifnya, sebagaimana tercermin melalui tulisannya di Harian Kompas, 18 November 2002: bahwa jilbab, potong tangan, qishas, rajam tidak wajib diikuti karena itu ekspresi budaya Arab. Yang padahal perintah terhadap itu teredaksi jelas di dalam Al Quran yang di peruntukkan untuk sekalian manusia dan sekalian zaman, bukan hanya milik satu budaya Arab di zaman silam. Kemudian ia juga menafikan adanya hukum Allah berkenaan dengan hukum pencurian, jual beli, pernikahan, pemerintahan dan sebagainya.

Aksi Ulil cs ini, tidak konstruktif namun rancu dan keliru karena dapat mengecoh dan menyesatkan orang lain. Dengan konsekuensi logisnya, yaitu merambahnya tafsir-tafsir semau gue tanpa lagi berpijak pada disiplin ilmu tafsir dan dalil syar’i yang berimbas pada kebingungan massal dalam masyarakat Muslim di Indonesia dan hilangnya dimensi historis teks. Teks menjadi tiba-tiba ada (ahistoris) dan poliinterpretasi tergantung pada pendekatan apa yang di gunakan oleh mufasir jadi-jadian macam Dr. Siti Musdah Mulia.

Footnote:
1.Hartono Ahmad Jaiz, Ada Pemurtadan di IAIN. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005. hlm. 169.
2.IBID.

Wassallam Allaikum Wr Wb.

Allah Hafiz!

Darwinisme dan sejarah kekejaman Kristen

Oleh abi bakar

Ilmuwan sesat, adalah Charles Robert Darwin (1809-1892) seorang petualang asal Ingris, kemudian dikenal sebagai bapak evolusi. Darwin melalui bukunya yang berjudul The origin Species, by Means of Natural Selection (Asal usul Spesies, melalui Seleksi Alam) menyebarkan kesesatan berselimut keilmiahan.

Ringkasnya dia menjelaskan bahwa semua spesies mahluk hidup yang hidup di dunia ini-termasuk manusia-berasal dari nenek moyang yang sama, yakni mahluk bersel satu sejenis protozoa. Mahluk bersel satu ini tercipta dengan sendirinya-tanpa melibatkan Tuhan, terdiri dari asam amino dan air.

Mahluk sederhana itu kemudian melakukan adaptasi dengan alam, sehingga mendapatkan sifat baru yang lebih baik dari sebelumnya. Sifat baru itu kemudian diwariskan kepada generasi-generasi berikutnya, sehingga terakumulasi, dan akhirnya tercipta spesies baru yang sama sekali berbeda dengan moyangnya. Mahluk baru itu kemudian berevolusi juga hingga tercipta spesies baru yang lainnya. Begitu seterusnya, sehingga muncul berbagai spesies yang ada sekarang, termasuk manusia.

Menurut Darwin, semua proses itu berjalan begitu saja secara alamiah, tanpa ada peran Tuhan di dalamnya. Alam telah memiliki mekanisme sendiri untuk mengatur kehidupan di dalamnya. Jadi tidak perlu melibatkan Tuhan untuk mengaturnya. Pemikiran ini ada di benak Darwin dikarenakan dia seorang penganut faham agnotisisme, yakni faham yang meragukan keberadaan Tuhan.

Dalam pandangan Darwin, di alam ini seluruh mahluk hidup harus senantiasa berjuang untuk mempertahankan kehidupannya (struggle for life) dengan ketentuan mutlak, hanya mahluk yang unggul, yang dapat beradaptasi dengan alam akan bertahan hidup (survival for the fittest), lalu dapat melahirkan keturunan baru dan selanjutnya dapat melahirkan spesies baru. Sedangkan yang lemah, yang tidak mampu beradaptasi akan mati lalu punah. Mekanisme itu ia sebut sebagai seleksi alam (natural selection).

Sepintas lalu teori Darwin itu seperti tidak punya dampak apa-apa, kecuali sekedar sebuah teori dalam bidang biologi dan paleontologi. Tapi sejarah menunjukkan, teori Darwin atau Darwinisme yang tadinya sebatas pada bidang biologi itu kemudian berkembang menjadi "Darwinisme Sosial", yakni penerapan teori Darwin dalam berbagai bidang kehidupan manusia, mancakup sosial, ekonomi, politik.

Darwinisme Sosial kemudian hanya memberikan dampak buruk kepada kemanusiaan, dengan menjadi komponen pendukung bagi faham rasialisme, fasisme, kolonialisme, imperialisme, kapitalisme dan komunisme.

Menurut Darwin, ras kulit putih (Eropa) dikatakan sebagai ras beradab, karena proses evolusinya lebih sempurna dari pada kulit berwarna (Asia dan Afrika). Sedangkan ras kulit berwarna dikatakannya sebagai ras biadab, karena sifatnya ‘masih dekat’ dengan kera dan gorila. Karena itu Darwin meramalkan kelak ras kulit putih akan memenangkan pertarungan itu dengan mengalahkan ras kulit berwarna, sehingg ras kulit berwarna akan punah. "Di masa mendatang, tidak sampai berabad-abad lagi, ras-ras manusia beradab hampir dipastikan akan memusnahkan dan menggantikan ras-ras biadab (kulit berwarna) di muka bumi," tulis Darwin.
Ditunjang dengan faham rasis Darwin dan seruan sang Yahu, dewa padang pasir yang adalah sembahan kaum Midian Arab. Tempat tinggal dewa ini ialah sebuah kemah, sedang ibadah-ibadahnya tidak sulit, sebab hanya terdiri dari pesta-pesta padang pasir, sedekah dan pengorbanan ternak. Dewa Yahu ini kemudian diubah namanya menjadi Yahweh atau Yehovah, perintah-perintahnya sangat kejam dan rasis, anda dapat temui perintah-perintah kejam dan rasisnya di dalam kitab Perjanjian Lama (Old Testament).

Jika Darwinisme memberikan pembenaran dan legitimasi secara ilmiah, maka Yahu melalui Perjanjian lama memberi dukungan secara religi bagi domba-domba Kristen Eropa seperti Perancis, Belanda, Ingris, Spanyol, Portugis, Italia dan negara-negara penjajah lainnya untuk melakukan penjajahan, perbudakan dan pembantaian di tanah kulit berwarna karena mereka meyakini sedang melakukan tugas mulia bagi ras mereka dan tugas sakral bagi agama mereka.

Dan ini dapat kita temui dari slogan populer para penjajah domba-domba Kristen: Gold (merampok ras biadab), Glory (Kemenangan atas rasnya) dan Gospel (perintah Dewa Padang Pasir). Nah itulah Kekejaman domba-domba Kristen jika ditelusuri dari sisi ilmiah dan religi.

Maka tidak heran jika wajah Yesus dimiripkan orang Eropa (kulit putih) dibanding seorang Yahudi dari bangsa Asia. Karena mereka tidak sudi menyembah Tuhan yang berasal dari ras biadab yang sifatnya lebih mirip kera dan gorila (kulit berwarna).
Sekian.

Wallahu A'lam Bishowab

Para Mujahid Islam

Oleh Abi bakar


Kini mereka tak lain hanyalah golongan minoritas. Yang dicurigai, ditakuti dan dihina bukan saja oleh nonmuslim bahkan kaum Muslim sendiri berkesan alergi dahsyat kalau mendengar nama ini. Sudah menjadi sunnatullah tiap masa ada sejarah sekaligus tokoh brilian disampingnya. Di samping para tokoh tersebut ada orang-orang pendukung setia, kader, aktivis. Mereka berkerja sama dan cerdas mewujudkan cita-cita ideologisnya dengan segenap potensi yang dimilikinya.

Para nabi dan rasul selalu menemukan orang-orang setia. Seperti tokoh Nabi Isa a.s dengan " Hawariyun", sedangkan tokoh Nabi Muhammad s.a.w dengan "Sahabat" nya. Mereka awalnya komunitas kecil yang berkualitas tinggi, yang akhirnya mampu mengubah wajah dunia. Suatu saat mereka adalah para reformis, disaat lain mereka kelompok revolusioner.
Disamping kelompok diatas, ada sejumlah besar masyarakat yang lebih memlih "diam". Jika mereka beragama, bagi mereka cukup kalau dapat menjalankan "ibadah" ritual saja, tanpa perlu menjadi aktivis. Dengan berbagai alasan mereka menolak untuk terlibat dalam "Harakah Islamiyah". Mereka tidak mau mengambil resiko sekecil apapun dalam beragama. Meskipun demikian, mereka tidak membenci para aktivis agama. Bahkan sesekali mereka ikut menyumbangkan hartanya. Tragisnya golongan kedua ini mayoritas.
Mengenai dua golongan ini al-Quran memberikan penjelasan:

Tidaklah sama antara Mukmin yang duduk-duduk (pasif) padahal mereka tidak mempunyai udzur dengan orang-orang yang berjihad (aktif) di jalan Allah dengan harta dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat.

Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar, beberapa dari pada-Nya, ampunan serta rahmat. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."(An Nisaa: 95-96)
Perlu di ketahui, salah satu rahasia dibalik kemenangan yang di capai secara cepat di masa nabi Muhammad karena presentase Mujahidnya sangat besar. Hampir semua kaum muslimin di jaman Nabi adalah para aktivis atau mujahid dan pejuang. Semua padu dalam Jama’ah Harakah di bawah pimpian nabi besar Muhammad saw. Dan bagi mereka yang pasif otomatis terasing dari komunitasnya sendiri.

Namun keadaannya terbalik dimasa sekarang. Jumlah mujahid sangat kecil dibanding kaum yang pasif. Yang lebih menyedihkan lagi para mujahid berbalik menjadi pihak yang terasing di komunitasnya sendiri. Mereka menjadi "mahluk aneh" ditengah-tengah kaum Muslim. Malah tak jarang menerima perlakukan yang kurang simpatik.

Dalam keadaan umat Islam yang seperti ini, di perparah dengan munculnya golongan ketiga- yakni, golongan yang mengusung mazhab modernisme dan liberalisme. Secara gencar mereka mengkampanyekan pemikiran-pemikiran, yang lebih tepanya produk pemikiran Barat. Masalah pluralisme, kesamaan gender dan HAM adalah isu ampuh mereka. Mereka tidak suka penegakan syariat Islam, dengan alasan; tidak demokratis, mengancam HAM dsb. Mereka cocok dicap sebagai kelompok "syari’ah phobia". Kelompok phobia ini tak lain adalah kelompok zhalim. Dan mereka juga berkongsi dengan orang-orang kafir. Bersama mereka dengan giat ingin menghapuskan spirit jihad di hati umat Muslim.

"Kemudian kami jadikan kamu berada diatas suatu syariat dari urusan agama itu. Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sedikitpun (siksaan) Allah.
Dan sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain dan Allah adalah pelindung orang-orang yang bertakwa"(Al Jatsiyah 18-19)

Kelompok pasif umumnya cenderung cocok dengan kelompok ketiga ini. Karena dirasa sejalan dengan pola pikir manusia ‘beradab’ dan demokratis. Mereka akhirnya berkiblat kepada kelompok ketiga ini dibanding dengan para Mujahid. Pemikiran kelompok ketiga tak lain kamuflase dari tujuan mereka sebenarnya, yaitu ingin meredupkan perjuangan Islam dan mencabut semangat Jihad dari tiap diri Muslim. Kelompok ke tiga ini rajin mendengungkan hadis; jihad terbesar adalah jihad melawan hawa nafsu. Yang padahal adalah hadis dhaif. Lalu bagaimana bisa keadaan menjadi baik jika tiap muslim hanya sibuk menata diri masing2x tanpa peduli dengan sekitar. Tanpa jama’ah harakah, umat Islam hanyalah serakan lidi. Betapapun jumlahnya tidak berarti, cukup dua jari patahlah sebatang lidi.
Dalam al-Quran Allah berfirman:

Adapun orang-orang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian lain. Jika kamu (hai kaum Muslim) tidak melaksanakan apa yang diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan dimuka bumi.(Al Anfal:73)

Ayat diatas menegaskan hanya dua pilihan, yaitu kerusakan di muka bumi atau kesejahteraan di atasnya. Jika umat Islam mengambil sikap "pasif" (kelompok ke dua) apalagi menjadi kelompok ketiga,"zalim", maka kekacauan dan kebinasaan yang akan kita rasakan.
Sebaliknya jika kita semua menginginkan kesejahteraan, maka umat Islam harus bangkit mengambil peran dan sikap aktif, bergabung bersama dalam jama’ah harakah, melaksanakan amar ma’ruf nahi anil munkar secara jama’i.

Inilah resep orisinil yang di sampaikan dari langit, yang pernah dibuktikan kemanjurannya oleh para sahabat Rasullah Saw. Bukti itu direkam dan diabadikan dalam redaksi khusus oleh Qur’an:

Dan orang-orang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan rasul-Nya. Mereka itu akan di beri rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(At Taubah:71)

Penegasan seperti ini tidak hanya sekali disampaikan Allah banyak ayat-ayat lain yang serupa dengan At Taubah :72. Dengan redaksi yang lebih beragam dalam membeberkan masalah ini.

Waspadalah terhadap setiap persekutuan dan konspirasi orang-orang zhalim, tapi lebih penting dari itu kita harus berjama’ah yang siap menghadapi segala serangan kaum yang kafir dan zhalim. Sebaiknya tiap muslim adalah aktivis yang terorganisir agar lebih istiqomah dalam penegakan syari’ah Allah di atas bumi-Nya.

Wassallam.
Allah Hafiz!

Sunday, December 24, 2006

POPTIFAR Sebuah Pertanyaan Sejarah Bagi BIBLE

Quran membuat kesalahan dengan mengatakan orang yang membawa Joseph, anak Jacob adalah Aziz (Surat 12:21) Sementara nama sebenarnya adalah Poptifar[1]

Robert Morey salah satu orientalis menertawakan umat Islam yang menggunakan nama Al Aziz untuk pembesar istana yang membawa Yusuf kelingkungan kerajaan mesir, satu-satunya argumen Morey adalah bible yang menyatakan bahwa nama pembesar itu adalah poptifar, nanti kita akan melihat lebih lanjut siapakah sebenarnya yang berhak ditertawakan.

Kejadian: 37

37:36 Adapun Yusuf, ia dijual oleh orang Midian itu ke Mesir, kepada Potifar, seorang pegawai istana Firaun, kepala pengawal raja.


Istilah Al Aziz didalam Quran

Dan wanita-wanita di kota berkata: "Istri Al Aziz menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu adalah sangat mendalam. Sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata." [Qur'an 12:30]

Raja berkata (kepada wanita-wanita itu):

"Bagaimana keadaanmu ketika kamu menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadamu)?" Mereka berkata: Maha Sempurna Allah, kami tiada mengetahui sesuatu keburukan daripadanya. Berkata istri Al Aziz: "Sekarang jelaslah kebenaran itu, akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar." [Qur'an 12:51]

Inilah yang kemudian dipermasalahkan Morey dan para orientalis lainnya mengenai nama Aziz sebenarnya quran mengatakan al-aziz bukan aziz yang merujuk nama orang, al aziz adalah sebutan bagi pembesar istana sikalangan kerajaan mesir waktu itu, yaitu menteri, mari kita lihat bagaimana Quran membela dirinya atas tuduhan itu:

Maka ketika mereka masuk ke (tempat) Yusuf, mereka berkata: "Hai Al Aziz, kami dan keluarga kami telah ditimpa kesengsaraan dan kami datang membawa barang-barang yang tak berharga, maka sempurnakanlah sukatan untuk kami, dan bersedekahlah kepada kami, sesungguhnya Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bersedekah." (12:88)

Yusuf ternyata dipanggil al aziz juga oleh saudara-sudaranya, kenapa demikian sebab menurut Quran Al Aziz adalah pembesar Mesir diwaktu itu atau biasa disebut menteri, dan Quran memang tidak pernah menyatakan bahwa Al Aziz adalah nama lain Poptifar


Poptifar Apakah Hidup sezaman dengan Yusuf?

Kata poptifar secara tepat ditemukan dengan formula p3-di-p3-Rc satu-satunya pada stela cairo JE 65444, dengan tanggalan merujuk pada dinasty ke 21 pada priode pertengahan ketiga raha-raja mesir[2]

Kata poptihar sendiri berarti "pemberian dari tuhan Re"[3]

Dinasty keduapuluh satu memerintah mesir pada tahun 1069-945 sebelum masehi pada periode pertengahan ketiga.[4]

Perlu ditambahkan sebelum ditemukannya stela poptifar nama yang terdengar paling dekat adalah P3-di-Rc yang berada pada dinasty ke delapan belas pada masa kerajaan baru.[5]

Mengenai nama poptifar sendiri dijelaskan oleh profesor kitchen:

Akhirnya, Potiphera dan Potiphar. Formula yang pertama kali secara universal dikenal berasal dari bahasa Mesir P(a)-di-parec, "Hadiah dari (Tuhan-Matahari) Pre." Pada formula ini menunjukkan bentuk (Pa-di-Deity) baru dibuktikan pertamakali pada dinasti kesembilanbelas, pada abad ke 13 Sebelum Masehi, bukan sebelumnya; dan contoh yang aktual adalah kata Padipare muncul pada stela dari circa 1070 atau sesudahnya. Betapapun, tipe nama dari Pa-di-X adalah "modern" (contoh New Kingdom) sejajar dengan nama Didi-Deity dari permulaan millenium kedua. Kata Didi-Re dapat menjadi Pa-didi-P(re), kemudian Pa-di-pare. Nama Didi- sangat umum pada kelas menengah kerajaan; dan perubahan bentuk (awal dinasti kedelapan belas) menegaskan bentuk feminim, dengan akhiran dari deity (Ta-didit-es) sebelum kita mencapai bentuk yang final. Jadi , Pa-di-pare mungkin berada diantara abad ketiga belas atau setelahnya. Potiphar biasanya diambil dari nama yang sama dengan penghilanganya akhir konsonan, `ayin. Ini mungkin tidak biasanya, akan tetapi sekarang saya tidak bisa memecahkan lebih baik daripada ini! Dari empat nama (kemungkinan pada kenyataannya tiga, satu didalam dua bentuk), dua tepat dan dari penanggalan awal, satu tepat dan dari penanggalan sesudahnya, akan tetapi lebih mudah memperoleh bentuk awal. Varian yang diharapkan dari yang belakangan adalah salah satu yang tepat seperti itu, atau menunggu pemecahan lebih lanjut.[6]

Faktanya memang Poptifar baru digunakan pada tahun 1070 sebelum masehi bukan pada era sebelumnya, inilah yang kemudian menjadikan sejarah poptifar didalam bible menjadi sangat tidak mungkin terjadi sebab Yusuf sendiri diperkirakan hidup pada masa pertengahan kedua antara dinasty ke 13 sampai ke 17, pada tahun 1674 - 1553 sebelum masehi.

Menghadapi hal ini pemikir kristiani terkemuka schulman mencoba memberikan alternatif pembelaan dengan mengatakan bahwa penjelasan bible didalam kitab genesis harus dilihat sebagai novel sejarah bukan sejarah itu sendiri yang mengandung inti sejarah (?)

Kita harus ingat, bagaimanapun, bahwa siklus josep seharusnya tidak dilihat sebagai sejarah akan tetapi sebagai suatu novel sejarah yang mengandung inti memori sejarah, yang mungkin saja telah mengalami distorsi memori sejarah seperti pada umumnya. Meskipun kita mungkin saja bisa menjelaskan beberapa unsur yang ada kemudian sebagai penempatan kejadian pada waktu yang salah, merupakan hasil dari kesalahan editing, kita tidak dapat melakukan ini terhadap kasus nama perseorangan. Jumlah dan rincian dari unsur-unsur Mesir pada cerita menunjukkan secara jelas, bahwa pengarang telah memiliki pengetahuan tentang Mesir yang dia masukkan kedalam pekerjaannya untuk memberikan latar belakang dan bumbu yang tepat.[7]

Jadi jelaslah bahwa Bible amat salah dalam menjelaskan sejarah, setelah sejarah firaun kita menemukan sejarah poptifar juga ternyata bermasalah, sehingga bagaimanapun penjelasan atau bentuk pembelaan kaum kristiani atas problem yang menimpa kitab mereka akan terasa amat janggal dan malah menimbulkan masalah baru.

Berbeda dengan Quran yang menggunakan terminologi al aziz yang berarti pembesar maka quran tidak mengalami permasalahan sebagaimana yang ada pada Bible sehingga Quran tidak memikul dosa bible dalam catatan sejarah ini dan sekali lagi Quran membuktikan dirinya tidaklah menjiplak bible yang memang bermasalah bukan hanya dari konteks sejarah tapi juga segala segi yang melingkupinya.

Akhirnya Quran membuktikan sekali lagi dirinya memang benar wahyu Allah dan sekali lagi Bible membuktikan dirinya adalah buatan manusia kecuali kalau mereka ingin mengatakan Tuhannya lupa atau buta sejarah, sesungguhnya amat nyata kebodohan mereka walaupun jalan kebenaran dihadapkan kepada mereka namun mereka dengan angkuhnya menertawakan kebenaran yang akhirnya berujung pada diri mereka sendiri yang ditertawakan.

Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman dengan lurus!" Mereka menjawab: "Masakan kami beriman sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu. (Al-Baqarah: 13)

Wallahu A’lam Bishowab


[1] Genesis 37:36).(R. Morey, The Islamic Invasion: Confronting The World's Fastest Growing Religion, 1992, Harvest House Publishers: Eugene (OR), p. 140

[2] A. Hamada, "Stela Of Putiphar", Annales Du Service Des Antiquités De L'Égypte, 1939, op cit., Plate 39. For translation of stela see pp. 273-275

[3] A. Hamada, "Stela Of Putiphar", Annales Du Service Des Antiquités De L'Égypte, 1939, op cit., p. 275; K. A. Kitchen, "Potiphera" in J. D. Douglas (Organizing Editor), New Bible Dictionary, 1982, Second Edition, op cit., p. 951

[4] N. Grimal (Trans. Ian Shaw), A History Of Ancient Egypt, 1988 (1992 print), Blackwell Publishers: Oxford, p. 393

[5] J. M. A. Janssen, "Egyptological Remarks On The Story Of Joseph In Genesis", Jaarbericht Van Het Vooraziatisch-Egyptisch Genootschap Ex Oriente Lux, 1955-1956, Volume 5, No. 14, pp. 67-68

[6] K. A. Kitchen, On The Reliability Of The Old Testament, 2003, Wm. B. Eerdmans Publishing Company: Michigan, pp. 346-347; Nearly a similar argument is made by K. A. Kitchen, "Genesis 12-50 In The Near Eastern World", in R. S. Hess, G. J. Wenham & P. E. Satterthwaite (Eds.), He Swore An Oath: Biblical Themes From Genesis 12-50, 1994, The Paternoster Press: Carlisle (UK) and Baker Book House: Grand Rapids (MI), pp. 85-86

[7] A. R. Schulman, "On The Egyptian Name Of Joseph: A New Approach", Studien Zur Altägyptischen Kultur, 1975, op cit., p. 242